Powered By Blogger

Rabu, 03 Desember 2008

Warga Tuntut Transparansi Tukar Guling Tanah


KRANGKENG—Permasalahan yang timbul di Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng baru-baru ini yakni tidak ada transparansi pemerintah desa (pemdes) kepada warga, mengenai perpindahan puskesmas dengan adanya tukar guling tanah senilai Rp 100 Juta.

Mengacu pada UUD 1945 yang salah satu pasalnya menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat, sehingga dengan adanya tukar guling tanah pembangunan puskesmas tersebut oleh pemdes harus dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

Namun, dari tiga kali somasi yang diajukan masyarakat kepada pemdes yang juga tidak ada klarifikasi, maka untuk mencegah timbulnya masalah berkepanjangan tersebut masyarakat bersama Forum Peduli Masyarakat Kedungwungu menggelar musyawarah rempug dengan menghadirkan kuwu dan ketua BPD setempat.

Musyawarah yang digelar Rabu (12/11) di kantor kuwu tersebut, masyarakat setempat menuntut kuwu untuk dapat memberikan transparansi dari dana yang diterima dan besaran yang digunakan untuk tukar guling tanah yang digunakan bangunan puskesmas.

Awal kepindahan puskesmas dari tempat semula yang berada di tengah-tengah persawahan dan sekarang berlokasi di tengah-tengah pemukiman warga, dikarenakan kerawanan dari faktor keamanan di tempat lama dan lokasi yang baru untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Tapi, karena tidak ada transparansi kuwu kepada warga tentang tukar guling tanah yang memakan anggaran hingga Rp 100 juta, maka tuntutan warga yakni ada surat pertanggung jawaban yang dapat diperlihatkan sebagai bukti penerimaan dan penggunaan dana tukar guling tanah tersebut.

Sementara itu, Kuwu Desa Kedungwungu Edi menjelaskan, dari proposal yang diajukan yang menganggarkan biaya sebesar Rp 100 juta hanya dapat dicairkan senilai Rp 80 juta yang diterima pada 5 Agustus 2008. Dan perincian dana yang digunakan diantaranya untuk membeli tanah sebesar Rp 32 juta ditambah pajak 10 persen, biaya rapat yang dilakukan sebanyak tiga kali memangkas anggaran Rp 1,5 juta, biaya pembuatan surat-surat Rp 3,5 juta, dana untuk prosedur Rp 16.750.000, fee calo tanah Rp 1 juta, mobilisasi (transport) sejak awal Rp 2 juta, rental Rp 1 juta, persentasi kuwu dan BPD Rp 15 juta dan biaya lain-lain hingga Rp 8.350.000. “Waktu tukar guling tanah tersebut sangat banyak kebutuhan yang membutuhkan biaya, dan tidak terbukanya hal ini saya pribadi minta ma’af,” katanya.

Sedangkan Ketua BPD Farhani memaparkan kronologis kepindahan lokasi puskesmas tersebut dikarenakan faktor keamanan yang tidak mendukung dan dalam fungsi serta operasional puskesmas tersebut mencakup kepentingan warga di 5 desa. “Yang tertulis di proposal pengajuan memang nominalnya Rp 100 juta, tapi dana yang kami terima Rp 80 juta,” terangnya.

Yang tidak habis pikir oleh masyarakat dalam protesnya yakni tanah yang ditukar gulingkan tersebut harganya Rp 32 juta, dan biaya operasionalnya kenapa lebih tinggi dari harga tanah tersebut mencapai Rp 48 juta. Padahal, menurut beberapa warga yang secara bergantian bertanya dalam forum tersebut, dilihat dari besarnya nilai harga tanah yang dibeli maka biaya operasional yang dikeluarkan kenapa tidak dibelikan tanah lagi untuk kepentingan masyarakat.

Masyarakat setempat melalui Ketua Forum Peduli Masyarakat Kedungwungu Wahidin didampingi Tohayudin mendesak kuwu untuk dapat memberikan transparansi, hal tersebut untuk menghindari adanya tudingan yang mengarah pada tindakan korupsi. “Masyarakat yang hadir di sini sangat mengharapkan akuntabilitas transparansi pertanggung jawaban kuwu dengan menunjukkan bukti sah penerimaan dana dan pengeluaran biaya tukar guling tanah yang sudah semestinya harus digunakan untuk kepentingan umum bukan malah sebaliknya. Sehingga warga hanya meminta satu hal, yakni dengan tenggang waktu dua minggu harus dapat diperlihatkan bukti-bukti sah dari penerimaan dana anggaran tukar guling tanah hingga perincian pengeluaran,” tegasnya.

Musyawarah tersebut hampir saja tidak membuahkan keputusan akhir yang diharapkan warga, bahkan perdebatan memanas terjadi mewarnai musyawarah tersebut. Hingga akhirnya kuwu dan ketua BPD menandatangani surat pernyataan untuk dapat menunjukkan surat pertanggung jawaban disertai bukti-bukti yang akuntabilitas. Dan dalam surat pernyataan yang memuat beberapa poin tersebut, salah satunya menuntut kuwu untuk legowo mundur dari jabatannya jika tidak dapat menunjukkan SPJ dan bukti lainnya juga mengganti besaran dana yang dalam penggunaannya tidak jelas. “Musyawarah ini untuk menghasilkan keputusan dan ketegasan kuwu, sehingga pembangunan desa selanjutnya akan terlaksana dengan baik dan benar-benar untuk kepentingan masyarakat,” pungkas Wahidin. (tar)

sumber : Radar Indramayu

Tidak ada komentar:

Pembunuhan Sadis

Tewas Dibacok Mantan Suami

*) Dua Kali Kawin Cerai, Ditolak Minta Rujuk Kembali

SUKAGUMIWANG—Aksi yang dilakukan Romeo dalam kisah film Romeo dan Juliet memang menyita perhatian penontonnya, sedangkan yang dilakukan pelaku terhadap mantan istrinya kemarin apakah meniru adegan film tersebut?

Mukidi (32) warga blok Boros desa Gunungsari kecamatan Sukagumiwang tega menghabisi nyawa wanita yang pernah dinikahinya sebanyak dua kali. Anisah (30), yang masih satu desa tewas mengenaskan dengan luka bacok di bagian kepala, leher, punggung dan kaki.

Keterangan yang dihimpun Radar di Tempat Kejadian Perkara (TKP), kejadiannya Sabtu (30/8) sekitar pukul 19.30, berawal saat Anisah sedang duduk di depan warung milik orang tuanya Kasan (50) yang terletak di desa setempat Rt.01/04. Seketika datang Mukidi secara tiba-tiba dan langsung mengayunkan golok yang sengaja dibawanya dari rumah berulang kali ke tubuh Anisah. Korbanpun langsung terkapar tak berdaya menerima hujaman senjata tajam pelaku hingga dilarikan ke RSUD Arjawinangun Cirebon. “Saat kejadian saya lagi ngobrol sama tamu di dalam, tiba-tiba ada suara teriakan orang minta tolong. Setelah saya lihat keluar ternyata anak saya tergeletak dengan banyak darah, dan Mukidi sedang berusaha menusukkan golok ke arah perutnya”, jelas Kasan kepada Radar, kemarin sambil menunjukkan tempat jatuhnya Anisah.

Setelah dilakukan pertolongan medis di RSUD Arjawinangun, ternyata nyawa korban tidak dapat tertolong karena beberapa luka bacok sangat parah dalam jumlah banyak. Dan Mukidi yang berusaha bunuh diri setelah menghabisi nyawa korbannya dapat dihentikan warga, sehingga Mukidi yang nyawanya urung melayang sia-sia juga harus mendapat pertolongan tim medis. Tapi, berbeda dengan korbannya, Mukidi menjalani perawatan tim medis RS Bhayangkara Indramayu dengan tambahan borgol yang mengikat kedua tangannya.

Sumber di TKP mengatakan, Mukidi dan Anisah pernah melakukan pernikahan sebanyak dua kali dan pernikahan yang kedua dilakukan 2006 silam. Dari perkawinan pertamanya sekitar 12 tahun yang lalu, pasangan tersebut telah dikaruniai seorang anak yang kini duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Mukidi yang dikenal warga sekitar sebagai peminum minuman keras dan kerap melakukan perjudian, pada perceraiannya yang kedua berusaha untuk meminta rujuk kembali dengan mantan istrinya.

Namun karena ketidak senangan mantan istri dan keluarganya dengan sikap serta perilaku mabok dan judi pelaku, usahanya untuk dapat rujuk kembali tetap tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Sehingga pelaku nekad untuk melakukan aksi pembunuhan dan mencoba bunuh diri. Hal tersebut dilihat dari tulisan tangan pada selembar kertas yang bercambur noda darah, yang isinya menyebutkan “Mukidi – Anisah pegat paksa sampe dua kali, daripada pisah karo Anisah bagen mati suka mati loroane” yang artinya Mukidi – Anisah cerai paksa sampai dua kali, dari pada pisah dengan Anisah lebih baik mati harus mati dua-duanya.

Pada saat melakukan aksinya, pelaku menggunakan sebilah golok yang sengaja di bawanya dari rumah dan kedapatan membawa dua buku surat nikah atas nama Mukidi dan Anisah.

Setelah menjalani perawatan di RS Bhayangkara, pelaku digiring ke Mapolsek Kertasemaya guna dilakukan pemeriksaan dan korban tewas sekitar pukul 09.00 Minggu (31/8) pagi dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) desa setempat. (tar)

Sumber : Radar Indramayu